RAHASIA KASIH SAYANG ALLAH
Begitu tidak terhingga kasih sayang Allah kepada manusia. Allah ciptakan bumi tempat berdiam. Allah ciptakan langit sebagai atapnya. Dari langit ini Allah kirimkan hujan untuk menghidupkan bumi, dan menumbukan pohonan. Lalu dari pohonan itu Allah keluarkan buah-buahan yang aneka ragam ( QS Al Baqarah : 21-22 ). Tidak hanya itu, Allah juga menciptakan laut untuk berlayar, didalamnya terdapat aneka ragam ikan yang Allah halalkan untuk manusia. Di daratan juga Allah ciptakan binatang-binatang yang dihalakan. Tanpa ini semua manusia tentu tidak bisa bertahan. Penghidupan di atas dunia pasti kurang sempurna.
Imam Ar Razi ketika menafsirkan " arrahmanurrahiem " ( Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang ) dalam surat Al-Fatihah, mengungkap betapa kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya sungguh demikian tak terhingga. Ada dua kisah – kata Imam Ar Razi – dalam hal ini yang sangat menarik : Pertama kisah pengalaman Ibrahin bin Adham. Ibrahim menceritakan bahwa suatu hari ia pernah disuguhi makanan oleh suatu kaum yang ia kunjungi. Ketika hendak menyuapnya, tiba-tiba dating seekor gagak mengambil makanan itu. Ibrahim segera mengintai kemana gagak itu pergi. Tidak beberapa jauh gagak itu tiba-tiba menjatuhkan makanan yang diambilnya itu ke sebuah tempat. Ibrahim segera pergi ke tempat itu. Sesampainya di sana Ibrahim tahu, bahwa ternyata makanan tersebut dijatuhkan ke mulut seorang yang sedang terbaring dalam keadaan terikat. Maha suci Allah yang telah menggerakkan gagak ini untuk membantu hambanya yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Kisah kedua – kata Imam Ar Razi terjadi pada Dzin Nun. Dzin Nun bercerita "Suatu hari saya merasa tidak enak di dalam rumah. Saya segera keluar. Saya ikuti langkah saya yang tidak pasti. Sampai kemudian saya tiba di tepi sungai Niel. Di sana saya tiba-tiba melihat seekor kalajengking yang begitu kekar, berjalan menuju sungai Niel. Saya ikuti arah jalannya. Dan ternyata di tepi sungai itu sudah ada seekor kodok yang nampak sedang menunggunya. Kalajengking itu langsung melompat ke kodok tersebut. Kodok segera berangkat, berenang menggendong si kalajengking ke tepi sungai Neil yang lain. Saya segera mengikutinya dengan mengendari sebuah perahu kecil. Di sana saya menyaksikan kejadian yang sungguh mengagumkan. Saya melihat seorang anak muda yang sedang tidur di bawah rindang sebuah pohon. Di sampingnya ada seekor ular yang hendak menyerangnya. Namun ternyata kemudian Kalajengking itu melompat ke ular tersebut. Lalu terjadilah pertarungan yang seru antara kedua mahluk itu. Sampai keduanya sama-sama mati. Dan si anak muda tetap tidur nyenyak ". ( Mafaatihul Gahib : karya Ar Razi : jilid : 1, hal. : 237 ) Maha suci Allah yang telah mengutus seekor Kalajengking dan seekor kodok untuk menyelamatkan seorang hambanya yang sedang tidur nyenyak itu.
Bukti lainnya kita saksikan di dalam diri kita. Allah ciptakan jantung yang sangat menentukan bagi hidup dan tidaknya tubuh yang kita miliki. Allah ciptakan mata untuk melihat. Allah ciptakan tangan, kaki, pendengaran. Allah ciptakan akal. Tanpa itu semua kita akan mati. Kemanusiaan kita tidak akan berfungsi. Allah tahu bahwa akal kita sangat terbatas. Ia butuh bimbingan wahyu untuk bagaimana menjalani hidup kemanusiannya di muka bumi. Karena itu - agar tidak bingung - Allah utus nabi-nabi. Tugas mereka adalah membimbing manusia bagaimana cara hidup. Dan kepada nabi terakhir Muhammad SAW, Allah turunkan syariat yang lengkap yaitu " Al-Qur'an ".
Dengarkan Al-Qur'an memulai suratnya " Al-baqarah " dengan ayatnya " alif laam miem, dzaalikal kitabu laa raiba fieh hudan lil muttaqien " (alif laam miem, inilah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya. Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa). Masih ragukah manusia dengan penegasan ini? Tapi mengapa masih banyak di antara manusia yang sombong. Ia tidak mau bimbingan Allah. Ia lupakan semua nikmat-nikmat dan kasih sayang Allah yang tak terhingga itu. Ia lantas mengaku independent. Akal yang dimilikinya dituhankan. Ia merasa tidak butuh lagi bimbingan wahyu. Padahal ia sangat tergantung terhadapNya. Ia tidak bisa hidup tanpaNya.
Amir Faishol Fath
RAHASIA AIR MATA TAUBAT
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa
takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke
tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan
dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1]
seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan]
beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di
masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan
berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan
kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan,
‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi
sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua
matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim
[1031]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka;
mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga
di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan
Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan
at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis
tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan
takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad]
di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi
akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena
mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi
[1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar
radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah
itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah
mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua
pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas
yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu
mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,
“Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai
Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu
diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang
mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya
surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya),
“Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami
jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau
berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan
ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan
Muslim [800]).
Dari Ubaidullah bin Umair
rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha,
“Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling
membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka
‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata,
‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada
Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat
dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’
Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian
mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai
basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk
[dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun
basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis
sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena
tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat
(Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis,
Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah
mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi
pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?!
Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang
yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang
artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai”
(QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan
Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz radhiyallahu’anhu pun
suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa
yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla
hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan
masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah
aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah
pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”.
Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke
dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”
Abu Musa al-Asya’ri
radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam
khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai
air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan)
pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa
yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara
dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya
perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara
bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku
tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu malam al-Hasan al-Bashri
rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya
membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya
mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka
aku pun menangis.”
Saya [penyusun artikel] berkata:
Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang
diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah
dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula
wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan
akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku?
Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka
tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara
Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74). Aina
nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi
sejati!
Disarikan dari al-Buka’ min
Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu
Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file
word.
MAKNA HIDAYAH ALLAH
Hidayah itu ada dua
macam.Masing-masing adalah hidayah dilaIah dan hidayah taufiq.
Hidayah Dilalah
Ini adalah bimbingan
atau petunjuk pada kebenaran. Dalam hidayah ini, terdapat campur tangan dan
usaha manusia, di samping hidayah Allah dan bimbingan RasulNya.Allah telah
menunjukkan jalan kebenaran pada manusia yang mukallaf, juga Dia telah
menunjukkan jalan kebatilan yang menyimpang dari petunjuk para Rasul
dan KitabNya. Para rasul pun telah menerangkan jalan ini kepada kaumnya. Begitu
pula para da’i. Mereka semua menerangkan jalan ini kepada manusia. Jadi semua
ikut ambil bagian dalam hidayah ini.
Hidayah Taufiq
Hidayah ini hanya
milik Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya (dalam pemberianhidayah taufiq
ini). Ia berupa peneguhan kebenaran dalam hati, penjagaan dari penyimpangan,
pertolongan agar tetap meniti dan teguh di jalan kebenaran, pendorong pada
kecintaan iman. Pendorong pada kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan
kemaksiatan.
Hidayah taufiq
diberikan kepada orang yang memenuhi panggilan Allah dan
mengikuti petunjukNya.
Jenis hidayah ini datang sesudah hidayah dilalah. Sejak awal, dengan
tidak pilih kasih, Allah memperlihatkan kebenaran kepada semua manusia. Allah berfirman:
Artinya:
"Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka
lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu …. " (Fushshilat: 17
)
Dan untuk itu, Allah menciptakan
potensi dalam diri setiap orang mukallaf untuk memilih antara jalan kebenaran
atau jalan kebatilan. Jika dia memilih jalan kebenaran menurut kemauannya
sendiri maka hidayah taufiq akan datang kepadanya. Allahberfirman:
Artinya: "Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah (akan)
menambah petunjuk pada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan)
ketakwaannya " . (Muhammad: 17)
Jika dia memilih
kebatilan menurut kemauannya sendiri, maka Allah akan menambahkan
kesesatan padanya dan Dia mengharamkannya mendapat hidayahtaufiq. Allah berfirman
:
Artinya:"Katakanlah: ‘Barangsiapa yang berada dalam kesesatan, maka
biarlah TuhanYang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya ….
"(Maryam: 75)
Artinya: …Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan
hati mereka ". (Ash Shaf: 5)
Penumpamaan Hidayah Taufiq
Syaikh Asy Sya’rawi
memberikan perumpamaan yang amat mengena tentang hidayahtaufiq ini, dan
itu merupakan sunnatullah. Beliau mengumpamakan dengan seseorang yang
menanyakan suatu alamat. Orang itu pergi ke polisi lain lintas untuk menanyakan
alamat tersebut. Lalu polisi menyarankan: "Anda bisa berjalan lurus
sepanjang jalan ini, sampai di perempatan anda belok ke kanan, selanjutnya ada
gang, anda belok ke kiri, di situ anda mendapatkan jalan raya, di seberang
jalan raya tersebut akan terlihat gedung dengan pamplet besar, itulah alamat yang anda
cari".
Orang tersebut
dihadapkan pada dua pilihan, percaya kepada petunjuk polisi atau
mendustakannya. Jika percaya kepada polisi, ia akan segera beranjak mengikuti
petunjuk yang diterimanya. Jika berjalan terus sesuai dengan petunjuk polisi,
ia akan semakin dekat dengan tempat dan alamat yang ia inginkan.
Jika ia tidak
mempercayai saran polisi itu bahkan malah mengumpatnya sebagai pendusta,
sehingga ia bejalan menuju arah yang lain atau malah berlawanan, maka
semakin jauh dia berjalan, semakin jauh pula kesesatannya. Itulah perumpamaan
petunjuk dan kesesatan.
Ini merupakan
perumpamaan yang tepat untuk mendekatkan pengertian sunnatullah ini. Siapa yang
memilih kebenaran, Allah akan menolong dan meneguhkannya. Dan siapa yang
memilih kebatilan, Allah akan menyesatkannya dan membiarkannya
bersama setanyang menyertainya.
Carilah Sebab-sebab Hidayah, Niscaya
Anda Mendapatkannya
Itulah sunnatullah yang berlaku
pada semua makhluknya. Allah berfirman:
…Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan
sekali-kaIi tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu".
(Faathir: 43)
Adapun sunnatullah
dalam perubahan nasib, hanya akan terjadi jika manusia memulai dengan mengubah
terlebih dahulu dirinya sendiri, lain mengupayakan sebab-sebab perubahan yang dimaksudnya. Allah berfirman:
Artinya:"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
" (Ar Ra’d: 11)
Maka orang yang
menginginkan hidayah, serta menghendaki agar orang lain mendo’akan dirinya
agar mendapatkannya, ia harus berusaha keras dengan sebab-sebab yang bisa
mengantarkannya mendapat hidayah tersebut.
Dalam hal ini,
terdapat teladan yang baik pada diri Maryam. Suatu hari, dia amat membutuhkan
makanan, Padahal ketika itu, ia dalam kondisi sangat lemah, seperti yang biasa
tejadi pada wanita yang hendak melahirkan. Lalu Allah memerintahkannya
melakukan suatu usaha yang orang laki-laki paling kuat sekali pun
tidak akan mampu melakukannya. Maryam diminta menggoyang-goyangkan pangkal
pohon korma, meskipun pangkal pohon korma itu sangat kokoh dan sulit
digoyang-goyangkan. Allahberfirman:
Artinya: "Dan goyanglah pangkal pohon korma itu ke arahmu …. (Maryam: 25)
Maryam tidak mungkin
mampu menggoyang pangkal pohon korma, sementara dia dalam kondisi yang amat
lemah. Itu hanya dimaksudkan sebagai usaha mencari sebab dengan cara meletakkan
tangannya di pohon korma.
Dengan demikian
terpenuhilah hukum kausalitas dan sunnatullah dalam hal perubahan. Maka
hasilnya adalah:
Artinya: "Pohon itu akan menggugurkan buah korma yang masak
kepadamu ". (Maryam: 25)
Inilah sunnatullah
dalam perubahan. Tidak mungkin orang mukmin terus-menerus berada di masjid,
bahkan meskipun di Masjidil Haram dengan hanya duduk dan beribadah kepada
Allah, Seraya mengharap rizki dari Allah.
Tentu Allah tidak
akan mengabulkannya tanpa dia sendiri mencari sebab-sebab munculnya rizki
tersebut. Langit tak mungkin sekonyong-konyong menurunkan hujan emas dan perak.
Karena itu, wahai
ukhti, berusahalah mendapatkan sebab-sebab hidayah, niscaya anda mendapatkan
hidayah tersebut dengan izin Allah. Di antara usaha itu ialah berdo’a agar
mendapat hidayah, memilih teman yang shalihah, selalu membaca,
mempelajari dan merenungkan Kitab Allah, mengikuti majelis-majelis dzikir
dan ceramah agama, mendengarkan kaset pengajian agama, membaca buku-buku
tentang keimanan dan sebagainya.
Tetapi, sebelum
melakukan semua itu hendaknya engkau terlebih dahulu meninggallkan hal-hal yang
bisa menjauhkanmu dari jalan hidayah. Seperti teman yang tidak baik,
membaca majalah-majalah yang tidak mendidik, menyaksikan
tayangan-tayangan televisi yang membangkitkan perbuatan haram,
berpergian tanpa disertai mahram, menjalin hubungan dengan para pemuda
(pacaran), dan hal-hal lain yang bertentangan dengan jalan hidayah.
Begitu tidak terhingga kasih sayang Allah kepada manusia. Allah ciptakan bumi tempat berdiam. Allah ciptakan langit sebagai atapnya. Dari langit ini Allah kirimkan hujan untuk menghidupkan bumi, dan menumbukan pohonan. Lalu dari pohonan itu Allah keluarkan buah-buahan yang aneka ragam ( QS Al Baqarah : 21-22 ). Tidak hanya itu, Allah juga menciptakan laut untuk berlayar, didalamnya terdapat aneka ragam ikan yang Allah halalkan untuk manusia. Di daratan juga Allah ciptakan binatang-binatang yang dihalakan. Tanpa ini semua manusia tentu tidak bisa bertahan. Penghidupan di atas dunia pasti kurang sempurna.
Imam Ar Razi ketika menafsirkan " arrahmanurrahiem " ( Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang ) dalam surat Al-Fatihah, mengungkap betapa kasih sayang Allah kepada hamba-hambaNya sungguh demikian tak terhingga. Ada dua kisah – kata Imam Ar Razi – dalam hal ini yang sangat menarik : Pertama kisah pengalaman Ibrahin bin Adham. Ibrahim menceritakan bahwa suatu hari ia pernah disuguhi makanan oleh suatu kaum yang ia kunjungi. Ketika hendak menyuapnya, tiba-tiba dating seekor gagak mengambil makanan itu. Ibrahim segera mengintai kemana gagak itu pergi. Tidak beberapa jauh gagak itu tiba-tiba menjatuhkan makanan yang diambilnya itu ke sebuah tempat. Ibrahim segera pergi ke tempat itu. Sesampainya di sana Ibrahim tahu, bahwa ternyata makanan tersebut dijatuhkan ke mulut seorang yang sedang terbaring dalam keadaan terikat. Maha suci Allah yang telah menggerakkan gagak ini untuk membantu hambanya yang tidak bisa berbuat apa-apa.
Kisah kedua – kata Imam Ar Razi terjadi pada Dzin Nun. Dzin Nun bercerita "Suatu hari saya merasa tidak enak di dalam rumah. Saya segera keluar. Saya ikuti langkah saya yang tidak pasti. Sampai kemudian saya tiba di tepi sungai Niel. Di sana saya tiba-tiba melihat seekor kalajengking yang begitu kekar, berjalan menuju sungai Niel. Saya ikuti arah jalannya. Dan ternyata di tepi sungai itu sudah ada seekor kodok yang nampak sedang menunggunya. Kalajengking itu langsung melompat ke kodok tersebut. Kodok segera berangkat, berenang menggendong si kalajengking ke tepi sungai Neil yang lain. Saya segera mengikutinya dengan mengendari sebuah perahu kecil. Di sana saya menyaksikan kejadian yang sungguh mengagumkan. Saya melihat seorang anak muda yang sedang tidur di bawah rindang sebuah pohon. Di sampingnya ada seekor ular yang hendak menyerangnya. Namun ternyata kemudian Kalajengking itu melompat ke ular tersebut. Lalu terjadilah pertarungan yang seru antara kedua mahluk itu. Sampai keduanya sama-sama mati. Dan si anak muda tetap tidur nyenyak ". ( Mafaatihul Gahib : karya Ar Razi : jilid : 1, hal. : 237 ) Maha suci Allah yang telah mengutus seekor Kalajengking dan seekor kodok untuk menyelamatkan seorang hambanya yang sedang tidur nyenyak itu.
Bukti lainnya kita saksikan di dalam diri kita. Allah ciptakan jantung yang sangat menentukan bagi hidup dan tidaknya tubuh yang kita miliki. Allah ciptakan mata untuk melihat. Allah ciptakan tangan, kaki, pendengaran. Allah ciptakan akal. Tanpa itu semua kita akan mati. Kemanusiaan kita tidak akan berfungsi. Allah tahu bahwa akal kita sangat terbatas. Ia butuh bimbingan wahyu untuk bagaimana menjalani hidup kemanusiannya di muka bumi. Karena itu - agar tidak bingung - Allah utus nabi-nabi. Tugas mereka adalah membimbing manusia bagaimana cara hidup. Dan kepada nabi terakhir Muhammad SAW, Allah turunkan syariat yang lengkap yaitu " Al-Qur'an ".
Dengarkan Al-Qur'an memulai suratnya " Al-baqarah " dengan ayatnya " alif laam miem, dzaalikal kitabu laa raiba fieh hudan lil muttaqien " (alif laam miem, inilah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya. Sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa). Masih ragukah manusia dengan penegasan ini? Tapi mengapa masih banyak di antara manusia yang sombong. Ia tidak mau bimbingan Allah. Ia lupakan semua nikmat-nikmat dan kasih sayang Allah yang tak terhingga itu. Ia lantas mengaku independent. Akal yang dimilikinya dituhankan. Ia merasa tidak butuh lagi bimbingan wahyu. Padahal ia sangat tergantung terhadapNya. Ia tidak bisa hidup tanpaNya.
Amir Faishol Fath
RAHASIA AIR MATA TAUBAT
MAKNA HIDAYAH ALLAH
RAHASIA AIR MATA TAUBAT
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa
takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke
tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan
dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; [1]
seorang pemimpin yang adil, [2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan]
beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di
masjid, [4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan
berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan
kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan,
‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi
sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan
kanannya, dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua
matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim
[1031]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka;
mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga
di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan
Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan
at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis
tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan
takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad]
di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi
akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena
mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi
[1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar
radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah
itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah
mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua
pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas
yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu
mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku,
“Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai
Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu
diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang
mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya
surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya),
“Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami
jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau
berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan
ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan
Muslim [800]).
Dari Ubaidullah bin Umair
rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha,
“Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling
membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka
‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata,
‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada
Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat
dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’
Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian
mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai
basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk
[dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun
basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis
sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena
tetesan air mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat
(Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis,
Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah
mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi
pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?!
Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang
yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang
artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai”
(QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan
Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz radhiyallahu’anhu pun
suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa
yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla
hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan
masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah
aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah
pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”.
Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke
dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”
Abu Musa al-Asya’ri
radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam
khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai
air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan)
pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa
yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara
dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya
perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara
bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku
tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu malam al-Hasan al-Bashri
rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya
membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya
mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka
aku pun menangis.”
Saya [penyusun artikel] berkata:
Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang
diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah
dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula
wa laa quwwata illa billah! Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan
akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku?
Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka
tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara
Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74). Aina
nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi
sejati!
Disarikan dari al-Buka’ min
Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu
Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file
word.
MAKNA HIDAYAH ALLAH
Hidayah itu ada dua
macam.Masing-masing adalah hidayah dilaIah dan hidayah taufiq.
Hidayah Dilalah
Ini adalah bimbingan
atau petunjuk pada kebenaran. Dalam hidayah ini, terdapat campur tangan dan
usaha manusia, di samping hidayah Allah dan bimbingan RasulNya.Allah telah
menunjukkan jalan kebenaran pada manusia yang mukallaf, juga Dia telah
menunjukkan jalan kebatilan yang menyimpang dari petunjuk para Rasul
dan KitabNya. Para rasul pun telah menerangkan jalan ini kepada kaumnya. Begitu
pula para da’i. Mereka semua menerangkan jalan ini kepada manusia. Jadi semua
ikut ambil bagian dalam hidayah ini.
Hidayah Taufiq
Hidayah ini hanya
milik Allah semata, tidak ada sekutu bagiNya (dalam pemberianhidayah taufiq
ini). Ia berupa peneguhan kebenaran dalam hati, penjagaan dari penyimpangan,
pertolongan agar tetap meniti dan teguh di jalan kebenaran, pendorong pada
kecintaan iman. Pendorong pada kebencian terhadap kekufuran, kefasikan dan
kemaksiatan.
Hidayah taufiq
diberikan kepada orang yang memenuhi panggilan Allah dan
mengikuti petunjukNya.
Jenis hidayah ini datang sesudah hidayah dilalah. Sejak awal, dengan tidak pilih kasih, Allah memperlihatkan kebenaran kepada semua manusia. Allah berfirman:
Artinya:
"Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu …. " (Fushshilat: 17 )
Jenis hidayah ini datang sesudah hidayah dilalah. Sejak awal, dengan tidak pilih kasih, Allah memperlihatkan kebenaran kepada semua manusia. Allah berfirman:
Artinya:
"Dan adapun kaum Tsamud maka mereka telah kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu …. " (Fushshilat: 17 )
Dan untuk itu, Allah menciptakan
potensi dalam diri setiap orang mukallaf untuk memilih antara jalan kebenaran
atau jalan kebatilan. Jika dia memilih jalan kebenaran menurut kemauannya
sendiri maka hidayah taufiq akan datang kepadanya. Allahberfirman:
Artinya: "Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah (akan) menambah petunjuk pada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya " . (Muhammad: 17)
Artinya: "Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah (akan) menambah petunjuk pada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketakwaannya " . (Muhammad: 17)
Jika dia memilih
kebatilan menurut kemauannya sendiri, maka Allah akan menambahkan
kesesatan padanya dan Dia mengharamkannya mendapat hidayahtaufiq. Allah berfirman
:
Artinya:"Katakanlah: ‘Barangsiapa yang berada dalam kesesatan, maka biarlah TuhanYang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya …. "(Maryam: 75)
Artinya: …Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka ". (Ash Shaf: 5)
Artinya:"Katakanlah: ‘Barangsiapa yang berada dalam kesesatan, maka biarlah TuhanYang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya …. "(Maryam: 75)
Artinya: …Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka ". (Ash Shaf: 5)
Penumpamaan Hidayah Taufiq
Syaikh Asy Sya’rawi
memberikan perumpamaan yang amat mengena tentang hidayahtaufiq ini, dan
itu merupakan sunnatullah. Beliau mengumpamakan dengan seseorang yang
menanyakan suatu alamat. Orang itu pergi ke polisi lain lintas untuk menanyakan
alamat tersebut. Lalu polisi menyarankan: "Anda bisa berjalan lurus
sepanjang jalan ini, sampai di perempatan anda belok ke kanan, selanjutnya ada
gang, anda belok ke kiri, di situ anda mendapatkan jalan raya, di seberang
jalan raya tersebut akan terlihat gedung dengan pamplet besar, itulah alamat yang anda
cari".
Orang tersebut
dihadapkan pada dua pilihan, percaya kepada petunjuk polisi atau
mendustakannya. Jika percaya kepada polisi, ia akan segera beranjak mengikuti
petunjuk yang diterimanya. Jika berjalan terus sesuai dengan petunjuk polisi,
ia akan semakin dekat dengan tempat dan alamat yang ia inginkan.
Jika ia tidak
mempercayai saran polisi itu bahkan malah mengumpatnya sebagai pendusta,
sehingga ia bejalan menuju arah yang lain atau malah berlawanan, maka
semakin jauh dia berjalan, semakin jauh pula kesesatannya. Itulah perumpamaan
petunjuk dan kesesatan.
Ini merupakan
perumpamaan yang tepat untuk mendekatkan pengertian sunnatullah ini. Siapa yang
memilih kebenaran, Allah akan menolong dan meneguhkannya. Dan siapa yang
memilih kebatilan, Allah akan menyesatkannya dan membiarkannya
bersama setanyang menyertainya.
Carilah Sebab-sebab Hidayah, Niscaya
Anda Mendapatkannya
Itulah sunnatullah yang berlaku
pada semua makhluknya. Allah berfirman:
…Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kaIi tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu". (Faathir: 43)
…Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kaIi tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu". (Faathir: 43)
Adapun sunnatullah
dalam perubahan nasib, hanya akan terjadi jika manusia memulai dengan mengubah
terlebih dahulu dirinya sendiri, lain mengupayakan sebab-sebab perubahan yang dimaksudnya. Allah berfirman:
Artinya:"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. " (Ar Ra’d: 11)
Artinya:"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. " (Ar Ra’d: 11)
Maka orang yang
menginginkan hidayah, serta menghendaki agar orang lain mendo’akan dirinya
agar mendapatkannya, ia harus berusaha keras dengan sebab-sebab yang bisa
mengantarkannya mendapat hidayah tersebut.
Dalam hal ini,
terdapat teladan yang baik pada diri Maryam. Suatu hari, dia amat membutuhkan
makanan, Padahal ketika itu, ia dalam kondisi sangat lemah, seperti yang biasa
tejadi pada wanita yang hendak melahirkan. Lalu Allah memerintahkannya
melakukan suatu usaha yang orang laki-laki paling kuat sekali pun
tidak akan mampu melakukannya. Maryam diminta menggoyang-goyangkan pangkal
pohon korma, meskipun pangkal pohon korma itu sangat kokoh dan sulit
digoyang-goyangkan. Allahberfirman:
Artinya: "Dan goyanglah pangkal pohon korma itu ke arahmu …. (Maryam: 25)
Artinya: "Dan goyanglah pangkal pohon korma itu ke arahmu …. (Maryam: 25)
Maryam tidak mungkin
mampu menggoyang pangkal pohon korma, sementara dia dalam kondisi yang amat
lemah. Itu hanya dimaksudkan sebagai usaha mencari sebab dengan cara meletakkan
tangannya di pohon korma.
Dengan demikian
terpenuhilah hukum kausalitas dan sunnatullah dalam hal perubahan. Maka
hasilnya adalah:
Artinya: "Pohon itu akan menggugurkan buah korma yang masak kepadamu ". (Maryam: 25)
Artinya: "Pohon itu akan menggugurkan buah korma yang masak kepadamu ". (Maryam: 25)
Inilah sunnatullah
dalam perubahan. Tidak mungkin orang mukmin terus-menerus berada di masjid,
bahkan meskipun di Masjidil Haram dengan hanya duduk dan beribadah kepada
Allah, Seraya mengharap rizki dari Allah.
Tentu Allah tidak
akan mengabulkannya tanpa dia sendiri mencari sebab-sebab munculnya rizki
tersebut. Langit tak mungkin sekonyong-konyong menurunkan hujan emas dan perak.
Karena itu, wahai
ukhti, berusahalah mendapatkan sebab-sebab hidayah, niscaya anda mendapatkan
hidayah tersebut dengan izin Allah. Di antara usaha itu ialah berdo’a agar
mendapat hidayah, memilih teman yang shalihah, selalu membaca,
mempelajari dan merenungkan Kitab Allah, mengikuti majelis-majelis dzikir
dan ceramah agama, mendengarkan kaset pengajian agama, membaca buku-buku
tentang keimanan dan sebagainya.
Tetapi, sebelum
melakukan semua itu hendaknya engkau terlebih dahulu meninggallkan hal-hal yang
bisa menjauhkanmu dari jalan hidayah. Seperti teman yang tidak baik,
membaca majalah-majalah yang tidak mendidik, menyaksikan
tayangan-tayangan televisi yang membangkitkan perbuatan haram,
berpergian tanpa disertai mahram, menjalin hubungan dengan para pemuda
(pacaran), dan hal-hal lain yang bertentangan dengan jalan hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar